Pendeta Nunik Ernanigrum Perjuangkan Harkat dan Martabat Kaum Perempuan TTS

Pendeta Nunik Ernanigrum Perjuangkan Harkat dan Martabat Kaum Perempuan TTS

KUPANG. NUSA FLOBAMORA- Pendeta Nunik Ernaningrum sukses mempertahankan disertasinya untuk meraih gelar Doktor Ilmu Teologi dalam upaya memperjuangkan harkat dan martabat kaum perempuan di Timor Tengah Selatan (TTS).

Dengan mengambil judul disertasi “Identitas Spritual Dalam Akses Keadilan Refleksi Teologia Perempuan Kristen Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Masyarakat TTS Provinsi NTT” Nunik Ernaningrum sukses pertanggungjawabkan penelitiannya sehingga meraih poin A.

Nuning Ernaningrum diuji para penguji antara lain, Prof Dr Mien Ratoe Oedjoe, Prof Dr Jublin F.Bale Therik, Dr Harun Y. Natonis, Dr Ezra Tari, M.Th, Dr Umar Ali, Oditha Hutabarat, M.Th, Dr Daud.S. Ludji, Dr Fenetson, Pairikas pada ujian terbuka di Kampus IAKN Kupang pada Selasa 20 Juni 2023.

Nunik mengatakan, judul disertasinya ini berangkat dari satu nilai kekristenan bahwa kekristenan itu mengangkat nilai kesatuan, saling menghormati saling mengasihi.

Tetapi kenyataan yang didapati fakta ada pihak -pihak yang teraniaya. Ada kasus-kasus kekerasan yang terjadi dalam suasana intim, suasana yang dalam keluarga atau kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)

Alasan mengangkat persoalan KDRT dalam disertasinya Nunik Ernaningrum karena dirinya juga seorang istri ketika pertama kali bertugas di Kupang banyak dijumpai perempuan yang bercerita tentang KDRT yang dialami kaum perempuan tersebut.

Kaum perempuan teraniaya itu hanya bisa pasrah karena sampai kini tidak ada upaya solutif dari gereja untuk memecahkan persoalan ini.

“Mereka hanya berdiam diri dan menerima kenyataan dan terima apa adanya. Bagi dirinya keadaan ini sangat menyayat hati,” tutur Nunik.

Nunik mengambil Kabupaten Timor Tengah Selatan ( TTS) Provinsi NTT sebagai lokasi penelitiannya karena, secara general adat dari orang Dawan TTS tentang bagaimana penempatan perempuan sebenarnya tidak seperti yang dipikirkan oleh orang bahwa, perempuan itu lebih rendah sedangkan laki-laki tidak.

“Saya bisa membuktikan disertasi saya, dan memang terbukti dengan ritus-ritus yang dilakukan memang masih dalam tatanan filosofi,” jelas Nunik.

Secara filosofi jelas Nunik ada posisi dimana perempuan itu lebih rendah tetapi ada juga dimana posisi laki-laki lebih rendah karena laki-laki harus mengikuti ritual.

Dirinya mencontohkan, dulu ada ritus-ritus yang dilakukan di kamar perempuan atau “ume naman”. Ritual itu dilakukan disaat laki-laki akan berangkat perang, supaya menang maka harus dilakukan ritus di kamar perempuan.

“Berarti perempuan punya satu posisi penting didalam menentukan kemenangan ketika laki-laki pergi berperang. Tapi setelah Pulau Timor masuk Republik Indonesia maka ritus itu tidak dilakukan lagi,” ujarnya.

Menurutnya perspektif feminisnya penyebab KDRT itu adalah dominasi laki-laki karena ritus itu tidak dilakukan lagi, sehingga secara filosofi ini mulai pincang

Sebagai umat Kristen kata Nunik, juga ada salah pengertian. Khusus para suami -suami Kristen waktu penelitiannya secara kriminologi, kenapa suami melakukan kekerasan, pemukulan bahkan pembunuhan.

Paradigma suami-suami yang adalah orang Timor tetapi mereka terpaku pada ayat Kitab Suci yang menegaskan “Hai istri-istri tunduklah pada suami seperti kepada Tuhan”.

“Jadi dalam pikiran mereka bahwa posisi mereka itu setinggi Tuhan, jadi istri harus mentaati suami secara absolut, tapi para suami lupa bahwa konsep secara universal,” tandasnya.

Tapi hebatnya perempuan Timor, kata Nunik, dalam keadaan apapun mereka tetap tinggal didalam keluarga bahkan rela tidak melakukan hukum negara ketika mengalami kekerasan karena ada potensi cerai. Mereka sangat menghormati ego suaminya.

“Disatu sisi kegagalan gereja dalam mendidik laki-laki Kristen. Karena seharusnya tugas suami dalam konsep gambaran suami seperti Kristus, harus mampu harus rela mematikan egonya untuk memberi istringa hebat. Seperti Kristus memberi Gerejanya hebat ketika Gerejanya hebat yang dapat nama Kristus. Ketika istri hebat suami yang dapat nama. Konsep ini tidak pernah dilakukan oleh Gereja” pungkasnya.(ER)

error: Content is protected !!