Mengkritisi Menjamurnya Output Perguruan Tinggi di NTT : Quo Vadis ?

Mengkritisi Menjamurnya Output Perguruan Tinggi di NTT : Quo Vadis ?

Mengkritisi Menjamurnya Output Perguruan Tinggi di NTT : Quo Vadis ?

Oleh : Erni Amperawati  *)

WISUDA- Momen Wisuda Universitas Muhammadiyah Kupang bulan November 2023

KUPANG. NUSA FLOBAMORADalam dua tiga tahun belakangan, publik Nusa Tenggara Timur (NTT) disajikan berita khususnya dunia Perguruan Tinggi, mulai dari kasus bunuh diri oknum mahasiswi karena tidak menyelesaikan studi. Terakhir dugaan oknum mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Pulau Flores yang tidak kuliah namun mengundang orangtua untuk datang wisuda.

Tak kalah penting, berita wisuda para lulusan dari Perguruan Tinggi lainnya dalam jumlah ribuan orang. Ibarat cendawan yang tumbuh di musim hujan. Dalam tahun 2023 ini saja bisa ditaksasi lulusan universitas ataupun sekolah tinggi lainnya di NTT mendekati 5.000-an orang. Terkini Universitas Muhammadyah Kupang melepas 956 lulusannya dalam tiga gelombang untuk 6 Fakultas dan 16 program studi.

Euforia buat wisudawan bersama orangtua/wali merupakan hal yang wajar. Karena wisuda merupakan garis finish dari sebuah proses perkuliahan yang dijalani seorang mahasiswa untuk meraih gelar kesarjanaan. Ada sisi lain dari momen wisuda dimana ada nilai plus buat pemilik salon untuk mendulang rupiah. Para wisudawan bersama keluarga dirias bagai raja dan ratu. Tak terkecuali para fotografer dadakan, para pedagang kios, rental mobil yang disewakan juga keciprat rejeki pada momen ini.

Sebagai ilustrasi, ibarat olahraga atletik khusus nomor lari marathon. Para pelari dari berbagai kelompok umur tidak saling mengenal. Mereka saling berusaha untuk mencapai titik finish dengan berusaha sendiri tanpa pertolongan orang lain. Selama proses berlari tersebut, tentu banyak rintangan dan hambatan untuk mencapai tujuan sesuai cita-cita dan harapan. Kondisi inipun sama halnya ketika pengelola Pendidikan Tinggi melepas para lulusannya dalam jumlah ribuan orang untuk turut berlomba di dunia kerja.

Ambil contoh riil untuk Universitas Nusa Cendana, dalam pangkalan data tahun 2020 saja berusaha  meningkatkan kualitas lulusan pendidikan tinggi. Untuk lulusan S1 dan D4/D3/D2 yang berhasil mendapat pekerjaan,  melanjutkan studi atau menjadi wiraswasta dari target 80 persen namun yang terealisasi 37.08 persen (Bid-pddikti.kemdikbud.go.id). Ini baru salah satu contoh kondisi riil lulusan Perguruan Tinggi di universitas negeri pertama di NTT ini. Pertanyaannya, siapa yang salah? Apa yang keliru ? Kenapa bisa demikian? tentu masih banyak pertanyaan ikutan lainnya.

Selama ini titik orientasi para lulusan adalah bagaimana segera selesai kuliah dan meraih kertas yang bertuliskan ijazah. Kualitas diri menjadi hal kesekian. Gengsi dan meningkatkan derajat keluarga menjadi hal yang lebih dinomorsatukan. Akibatnya, lulusan Perguruan Tinggi yang ada di daerah ini kalah bersaing. Apalagi tuntutan dunia kerja saat ini adalah lisensi keterampilan juga menguasai iptek. Lulusan yang cuma berbekalkan ilmu dari diktat mengajar sang dosen maka akan ketinggalan kereta dalam merebut peluang pasar kerja.

Penulis teringat akan pesan dari Rektor Universitas Mummadya Kupang, Prof. Dr. Zainur Wula, M.Si, dalam pidatonya saat Rapat Senat Terbuka Wisuda Sarjana XXXII Tahun Akademik 2022-2023. Menurutnya, momen wisuda merupakan langkah awal untuk masuk ke kampus lebih luas yakni masyarakat. Artinya, wisudawan harus melatih diri untuk mandiri dan tidak berharap lagi biaya dari orangtua/wali. Wisudawan harus mampu menunaikan keterampilan yang dimiliki di tengah perubahan Iptek yang terus berkembang. Ia berharap jangan menambah deretan pengangguran terbuka di daerah ini. Harapannya setelah diwisuda mahasiswa mampu atau bisa mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang dia peroleh selama 4-5 tahun di UMK ketika terjun ke tengah masyarakat.

Lembaga ini punya komitmen lulusannya  tidak menganggur tapi bagaimana dengan peningkatan SDM serta kreativitas inovasi yang mereka peroleh mampu terserap apakah bekerja sebagai guru, bidang apa saja bidang sosial politik, juga berjiwa entrepreneurship. Walau diakui memang tidak berhubungan langsung dengan bidang studi yang digeluti mahasiswa tapi minimal mereka bisa menciptakan lapangan pekerjaan dengan melihat peluang usaha. Bergerak perlahan-lahan atau step by step dari usaha kecil dengan modal kecil berkembang jadi usaha yang besar dan ini belajar dari pengalaman para pengusaha miliaran di dunia bahwa merekapun bermula dari usaha kecil-kecilan

Hal yang sama pun ditekankan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, Linus Lusi, S.Pd, M.Pd bahwa wisuda merupakan langkah awal para lulusan Perguruan Tinggi untuk kembali mengabdi di kampus yang lebih luas nanti yaitu masyarakat. Oleh karena itu, kata Linus Lusi, bekal pengetahuan yang diterima selama kuliah harus bisa berguna buat pembangunan di NTT. Jangan menambah barisan kemiskinan, tapi dengan modal kompetensi yang dimiliki diharapkan turut membangun NTT kedepan terutama dalam upaya menekan angka stunting. Apalagi angka stunting di NTT saat ini 15,2 persen dan ini diharapkan lulusan  turut membantu menekan lebih rendah lagi stunting di NTT.

Apa yang menjadi harapan kedua pejabat ini tentu memotivasi para lulusan Perguruan Tinggi untuk terus belajar guna turut andil membangun NTT ke depan menuju Indonesia emas 2045. Karena peta persaingan dalam lapangan kerja saat ini semakin sulit karena lulusan yang dihasilkan Perguruan Tinggi tidak sebanding dengan ketersediaan lapangan kerja. Untuk itu, kalangan Perguruan Tinggi sudah harus memikirkan bagaimana lulusannya tidak menganggur.

Platform merdeka belajar diluncurkan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sesungguhnya untuk membantu guru-guru juga para dosen dalam mengajar supaya sesuai dengan kemampuan murid. Menyediakan berbagai macam latihan yang berguna untuk peningkatan kompetensi peserta didik, menginspirasi rekan sejawat hingga sebagai wadah untuk berkarya. Orientasinya tentu muncul jiwa entrepreneurship guna menciptakan lapangan kerja baru.

Dalam berbagai literatur perihal teknik meraih kesuksesan tidak bim salabim langsung jadi. Tetapi harus bekerja keras mengeluarkan seluruh kemampuan tenaga dan seluruh ilmu yang diraih dimanapun. Apakah itu dibangku kuliah, dari rekan, juga literatur lain untuk berusaha membuka usaha. Dengan kerja keras menghadapi berbagai tantangan yang akan menghampiri, lambat laun kesuksesan akan dengan mudah mendekati.

Dalam memulai bisnis, tidak jarang kerap terlihat sulit, terutama yang masih pemula dan sama sekali tidak memiliki pengalaman berbisnis. Mungkin muncul pemikiran apakah bisnis ini berjalan lancar dan tidak sesuai yang diinginkan dan masih banyak gejolak pikiran yang menghantui. Tetapi hendaklah jauhi pikiran ini sebelum mencoba. Tetaplah berkeyakinan bahwa apa yang menjadi harapan dan cita-cita serta dengan tulus iklas berdoa pasti akan mendapatkan kesuksesan.

Pastikan memiliki pikiran terbuka dan kritis untuk menghadapi berbagai situasi yang perubahan dan menghadapi tantangan sehingga bisa menyelesaikan semua permasalahan yang ada dengan baik. Selain itu, tetap membuka pikiran dalam menerima kritik dan masukan dari orang lain. Kritik dan masukan tersebut bisa dijadikan sebagai bahan evaluasi dalam melakukan bisnis tetapi hal yang perlu diingat, saringlah terlebih dahulu kritik dan masukan yang diberikan, jangan diambil secara bulat.

Sang motivator Claude T. Bissell mengatakan “Ambillah risiko yang lebih besar dari apa yang dipikirkan orang lain aman. Berilah perhatian lebih dari apa yang orang lain pikir bijak. Bermimpilah lebih dari apa yang orang lain pikir masuk akal”.(*)

*) Penulis adalah Jurnalis di Media Nusa-Flobamora.com

error: Content is protected !!