KUPANG. NUSA FLOBAMORA – Agar petani mendapatkan penghasilan yang lebih baik lagi, Kementerian Pertanian memperkuat kelembagaan. Dengan cara ini, pertanian akan jauh lebih efisien dan bernilai tinggi.
Kelembagaan petani dimaksud melalui Kelompok Tani (Poktan) dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) selaku penerima program pembangunan pertanian.
Jika program tersebut berhasil dalam implementasinya, maka diperlukan pembahasan dari seluruh pemangku kepentingan.
Menurut Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, kelembagaan petani sendiri telah diatur dalam Permentan Nomor 67/Permentan/SM.050/12/2016 Tentang Pembinaan Kelembagaan Petani.
“Kita ingin memperkuat posisi petani. Ingin agar petani bisa mendapatkan penghasilan yang jauh lebih baik lagi. Oleh karena itu, Kementan menghadirkan Permentan Nomor 67/Permentan/SM.050/12/2016 agar petani membentuk kelembagaan dan meningkatkan kualitas dan kuantitas produk pertanian,” katanya.
Lebih lanjut mengenai hal tersebut, saat membuka Public Hearing Peraturan Menteri Pertanian tentang Pembinaan Kelembagaan Petani, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementan, Dedi Nursyamsi mengatakan, memasuki tahun ketiga Covid-19, sektor pertanian terus tumbuh dan memberikan PDB yang paling tinggi dibandingkan sektor lain.
“Ini membuktikan kinerja petani, penyuluh, praktisi, dan seluuh stakeholder pertanian luar biasa selama pandemi,” katanya.
Dirinya meminta keberhasilan tersebut tidak berhenti hanya sampai di sini. Sebab, petani harus bisa mengembangkan potensinya agar turut meningkat juga penghasilannya.
“Pertanian bisa menjadi bisnis. Tapi tentu sarana bisnis ini ada kelembagaannya, seperti kelompok tani. Dan beberapa kelompok petani harus di merger menjadi 1 kelompok yang lebih besar yaitu korporasi. Tujuannya untuk mengelola bisnis yang lebih efisian, dengan modal lebih besar agar mendapatkan keuntungan yang lebih besar lagi,” katanya.
Dedi menambahkan, saat ini Kepemilikan lahan sawah petani hanya sekitar 0,3 hektar per kepala keluarga.
“Dan jelas ini tidak efisien. Petani tidak akan mampu mendapat keuntungan yang memadai dengan lahan seperti itu karena tidak efisien,” katanya.
Menurutnya, kalau mau mendapatkan untung, harus ada hamparan luas, lebih dari 200 hektar.
Caranya dengan makukan manajemen, pemupukan, pengelolaan, yang tepat dan maksimal.
Karena, tidak ada offtaker datang hanya untuk lahan 0,3 hektar dengan produksi maksimal sekitar 2 ton. Dengan jumlah seperti itu, offtaker yang akan menentukan harga.
“Tapi jika dikelola berjamaah dalam sebuah kelembagaan atau korporasi, dari lahan minimal 200 hektare itu akan dihasilan 1.200 ton gabah. Dengan produksi sebesar itu, petani yang akan menentukan harga gabah. Dan akan jauh lebih maksimal lagi jika dikelola secara korporasi,” katanya.
Dedi juga menegaskan Kementan sudah lama mencanangkan kelembagaan petani, yaitu melalui Permentan Nomor 67/Permentan/SM.050/12/2016 Tentang Pembinaan Kelembagaan Petani. Oleh karena itu, hal ini akan terus kita sosialisasikan agar pendapatan petani meningkat.
BPK sudah merekomedasikan seluruh program Kementan yang diverifikasi melalui Simluhtan. Simluhtan akan menjadi big data dan telah disinkrionkan dengan NIK. Dalam Simluhtan ada data petani, penyuluh, poktan, gapoktan, bahkan kelompok ekonomi petani,” katanya.
Sekretaris BPPSDMP, Siti Munifah mengatakan, kegiatan Public Hearing ini untuk mendapatkan masukan dan mencari solusi terbaik guna meningkatkan kesejahteraan petani.
“Untuk meningkatkan kesejahteraan petani, kini bukan hanya Poktan, Gapoktan, tapi juga membentuk Kelembagaan Petani. Disinilah peran penyuluh sangat penting” ujarnya.(*/ER/Rilis Berita BBPP Kupang).