KUPANG. NUSA FLOBAMORA– Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Nusa Cendana melaksanakan penelitian mengenai permasalahan stunting di Polindes Boneana, Desa Oematnunu, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang, Provinsi NTT.
Selama ini memang rogram stunting telah ada tetapi belum sepenuhnya mampu menyelesaikan masalah yang ada di masyarakat.
Seperti diktahui, masalah stunting diakibatkan oleh berbagai faktor yang mendukung, dua diantaranya yaitu persepsi dan pola asuh ibu kepada balita stunting. Hal ini karena ibu lebih banyak menghabiskan waktu bersama anak dibanding dengan sang ayah.
Untuk itu Dosen FKM Undana Amanda J. E. R Johannis, S.KM., M.PH bersama beberapa dosen lainnya melakukan penelitian.
Adapun judul penelitian ini yakni “Persepsi Ibu dan Pola Asuh Anak Balita Stunting di Kabupaten Kupang”.
Diharapkan dengan hasil penelitian yang ada mampu menjadi dasar pengembangan program stunting di Kabupaten Kupang. Contohnya seperti pengadaan workshop edukasi gizi, sosialisasi, demo masak, dan dapur sehat.
Data balita stunting di Desa Oematnunu per Mei 2024 sebanyak 24 balita (11,21 persen) dan dinilai cukup tinggi.
Hal ini yang kemudian mendukung adanya penelitian yang dilakukan Tim FKM Undana pada hari Kamis, tanggal 6 Juni 2024 dengan mengadakan Focus Group Discussion (FGD).
Kegiatan ini dihadiri oleh 8 ibu balita stunting, 1 ibu balita yang telah lulus stunting, 2 ibu kader, serta 1 bidan.
Diskusi dilakukan dengan menanyakan beberapa hal mengenai persepsi ibu dan pola asuh anak balita stunting.
Seorang Ibu balita menuturkan anak mereka makan dengan garam dicampur minyak saja. Anak tidak mau makan dengan lauk pauk.
“Anak sonde mau makan dengan lauk-lauk. Memang maunya begitu, lebih enak makan minyak ikan dengan garam. Disini kebanyakan begitu semua,” tutur sang ibu yang enggan menyebutkan namanya.
Namun seiring berjalannya waktu, karena sudah menjadi kebiasaan, anak tidak mau mencoba rasa makanan baru sehingga semakin sulit untuk mengenalkan makanan lain yang lebih bergizi seperti ikan dan sayur-sayuran.
Mata pencaharian utama masyarakat di wilayah kerja Polindes Boneana adalah petani. Setiap keluarga memiliki kebun sayurnya sendiri dan dikerjakan setiap hari.
“Setiap pagi mulai dari jam 6 pagi, sang ayah pergi duluan ke kebun dan disusul oleh ibu jam 8 pagi setelah mengurus anak-anak untuk pergi sekolah, sedangkan anak paling kecil (masih balita) ikut dibawa ke kebun,” tutur Amanda.
Kemudian mereka akan pulang saat matahari telah terbenam atau sekitar jam 6 sore. Saat sampai di rumah, ibu mengaku “kalau sudah capek pulang dari kebun, akhirnya masak mie saja yang gampang.”
Hal ini menjadi salah satu alasan pola asuh yang masih salah. Padahal kebun masing-masing keluarga memiliki hasil sayur yang sangat beragam seperti tomat, brokoli, lombok, kacang panjang, sayur marungga, daun ubi, daun pepaya, buah pepaya, bahkan jantung pisang yang dapat diolah menjadi makanan yang bergizi.
Ibu bidan bercerita bahwa beliau pernah bertanya kepada salah seorang ibu balita yang anaknya telah lulus stunting, cara apa yang dilakukan sehingga anak bisa mengalami penambahan berat badan.
Jawaban yang dituturkan oleh ibu balita yaitu “b pernah tanya dia, dia makan bapilih, jadi dia mau makan apa ketong harus ikut dia pung mau. Contoh kek sayur dia tidak mau bening, jadi tumis. Kalau ikan jangan buat kuah, harus goreng. Menyesuaikan dengan dia pung pola makan. Dia rajin datang posyandu.”
Pola asuh yang ibu terapkan kepada anak terbukti membawa perubahan. Ketika ibu mau berusaha untuk memberikan gizi yang terbaik untuk anak, maka anak akan tumbuh sehat dan terbebas dari masalah stunting.
Faktor lain yang mempengaruhi yaitu ibu yang berpikir stunting terjadi karena keturunan, sehingga tidak masalah anak mengalami pertumbuhan yang lambat karena orang tuanya juga mengalami hal yang sama.
Padahal pada dasarnya, keturunan tidak memberikan pengaruh terhadap kejadian stunting pada anak.
Persepsi dan pola asuh yang salah tentu akan berpengaruh besar terhadap kesehatan anak balita, terutama bagi balita yang mengalami kurang gizi kronis atau lebih dikenal dengan istilah stunting.
Maka dari itu, berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan program stunting di Kabupaten Kupang yang lebih tepat sasaran dan mampu menurunkan angka kejadian stunting terutama Desa Oematnunu, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang.(ER)