KUPANG. NUSA FLOBAMORA – Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) NTT terus gencar mensosialisasikan konsep pembelajaran Merdeka Belajar yang telah dicanangkan Menristek sejak 2019.
Konsep ini memberi ruang kepada guru dan siswa kolaborasi saling mengisi dengan membentuk kelompok belajar agar tidak ada perbedaan di antara siswa.
Inipun untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sehingga pada tahun 2045 atau Tahun Emas tercapai harapan Presiden Indonesia Joko Widodo bahwa anak-anak Indonesia sudah sangat berkualitas.
Kepala Balai Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi NTT, Herdiana,ST.,MBA menyampaikan ini kepada wartawan di ruang kerjanya, Kamis 17 Agustus 2023.
Dijelaskan Herdiana, saat ini konsep pembelajaran di sekolah menganut sistem Merdeka Belajar. Ini sejalan dengan harapan Menristek dimana telah mencanangkan sejak 2019.
“Program Merdeka Belajar ini merupakan benang merah untuk pendidikan di Indonesia dengan cara pandang pendek dan panjang. Ini untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia,” kata Herdiana.
Dirinya menambahkan, apa yang dilakuikan ini guna menyiapkan manusia Indonesia emas karena di tahun 2045 atau 100 tahun Indonesia merdeka harapan besar kualitas anak Indonesia semakin baik.
Herdiana menandaskan, konsep pembelajaran Merdeka Belajar ini dimulai dari tingkat PAUD/TK dimana diterapkan konsep belajar menyenangkan.
Ini bermaksud bahwa anak-anak dipersiapkan secara baik untuk proses ke jenjang berikutnya yakni SD anak-anak merasa senang untuk belajar.
“Kan ada masa transisi dari PAUD/TK ke SD. Jika diterapkan konsep belajar itu menyenangkan maka mereka akan rajin. Tentu di SD ada konsep pembelajaran tidak sama lagi dengan di PAUD/TK tapi bagaimana guru SD menciptakan suasana belajar menyenangkan itu,” tandasnya.
Dirinya salut dengan program di NTT yang mengundang Profesor Surya dalam hal permainan GASING atau Gampang Asyik Menyenangkan. Apalagi Indeks Pembangunan Manusia salah satunya harus sekolah karena hasil penelitian menunjukkan banyak anak malas karena tidak menyenangkan.
” Sekolah harus mencari pola yang tepat. Terus mengevaluasi agar tidak buat anak malas ke sekolah. Mutu tetap diperhatikan tetapi menyenangkan itu yang menjadi PR dalam paradigma Baru Merdeka Belajar,” kata Herdiana.
Dirinya mengungkapkan juga perihal kurikulum dimana sebelum-sebelumnya Guru mentaati betul pada kurikulum sehingga diwajibkan ke siswa.
“Dulu kurikulum wajib ditaati tapi sekarang kurikulum lebih pada kompetensi siswa misalnya guru harus bisa melihat bakat dari siswa dan tidak bisa dipaksakan karena kemampuan anak berbeda-beda,” lanjutnya.
Menurutnya Sekolah tidak boleh ada lagi menciptakan perbedaan soal kelas unggul dan kelas tidak unggul tetapi semua harus dipadukan karena seperti ini ada efek psikologis juga.
“Perlu ada komunitas dalam kelompok belajar. Tidak boleh guru buat pengelompokan tapi kolaborasi sehingga harus saling mengisi. Misalnya yang pandai matematika sharing ke rekannya begitupun sebaliknya. Ini yang terus kita sampaikan ke sekolah-sekolah,” pungkas Herdiana.(ER)