KUPANG. NUSA FLOBAMORA– Kekerasan terhadap anak merupakan masalah klasik yang tiada akhir. Kekerasan terhadap anak seringkali dilakukan baik oleh orang terdekat, termasuk orang tua anak sendiri.
Anak sebagai mutiara titipan Allah yang wajib dilindungi dan dijaga hak -haknya. Oleh karena itu, semua komponen masyarakat sungguh sadar bahwa anak adalah titipan Tuhan yang harus dijaga dan di jamin masa depannya.
Ketua Presidium Aliansi Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak( PKTA) Provinsi NTT, Benyamin. Leu menyampaikan ini pada
kegiatan Peluncuran dan Bedah buku ” NTT Satu Dalam Keragaman” sebuah upaya melindungi anak di Hotel Neo Aston, Kupang, Rabu (8/12/2021).
Dijelaskan Benyamin, kekerasan terhadap anak merupakan masalah klasik yang tiada akhir. Berbagai upaya telah dilakukan baik oleh pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat( LSM) maupun Lembaga keagamaan, namun bukannya berkurang tetapi malah bertambah banyak.
Menurut Benyamin, Seruan tokoh Agama dar mimbar rumah ibadat merupakan upaya yang sangat efektif dalam mencegah kekerasan terhadap anak. Untuk itu Kerja sama antar umat beragama tentang upaya perlindungan Anak sangat diperlukan.
Dijelaskan Benyamin, kehadiran buku “NTT Satu Dalam Keragaman” diharapkan dapat membangun kesadaran kritis semua komponen masyarakat.
Maksudnya agar bergerak bersama-sama dalam satu perspektif memandang anak sebagai mutiara titipan Allah yabg wajib dilindungi dan dijaga hak -haknya.
Kegiatan peluncuran buku khusus buat Anak NTT ini dibuka secara resmi oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur, Viktor Laiskodat yang diwakili Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT Linus Lusi, S.Pd, M.Pd.
Dalam sambutannya Gubernur menegaskan bahwa kekerasan terhadap anak adalah suatu tindakan atau perilaku yang bersifat penganiayaan yang dilakukan oleh orang tua atau orang dewasa terhadap anak-anak.
Kekerasan terhadap anak biasanya timbul melalui tindakan-tindakan orang tua atau orang dewasa dalam rangka upaya mendisiplinkan ataupun dalam rangka menuntut ketaatan.
Dikatakan Gubernur Viktor, anak-anak yang menjadi korban kekerasan tersebut akan mengalami ketakutan dan trauma pada dirinya.
Ketakutan dan trauma tersebut akan mengantarkan mereka untuk lari dari rumah dan lingkungannya.
Tidak sedikit juga dari mereka yang akhirnya menjadi anak-anak terlantar, bahkan menjadi bagian dari kelompok penjahat dan menjadi pelaku tindak kriminal lainnya.
Melalui peluncuran buku” NTT Satu Dalam Keberagaman” diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan mendorong segenap komponen masyarakat untuk dapat menciptakan lingkungan yang kondusif demi tumbuh kembangnya anak-anak NTT yang berkualitas.
Sementara Pimpinan Yayasan Save the Children Wilayah NTT, Silverius Tasman Muda, mengatakan, penyusunan buku renungan lintas Agama yang merupakan inisiasi PKTA menjadi angin segar bagi semua elemen di NTT.
Dengan hadirnya buku ini diharapkan bahwa upaya perlindungan anak tetap hidup dan bahkan terus menyala dengan terang di bumi NTT.(ER).