KUPANG. NUSA FLOBAMORA – Anggota DPRD NTT dari Partai Golongan Karya (Golkar) Drs Hugo Rehi Kalembu, M.Si memberikan penilaian terhadap proses pembangunan di NTT sampai dengan usia ke 64 tahun.
Secara konsep memang program yang direncanakan bagus, tapi ketika dalam pelaksanaan tidak berjalan. Kalau dibuat perbandingan ibarat orang pelari maka NTT kalah dan jadi juara ketiga dari belakang masih jauh tertinggal dengan provinsi lainnya di Indonesia.
Demikian penilaian Drs Hugo Rehi Kalembu M.Si ketika dimintai pendapatnya terkait pembangunan di NTT memasuki usia ke 64 tahun pada pekan lalu.
Menurutnya, NTT dari pemimpin ke pemimpin NTT sudah cukup maju, tetapi kalau dibuat perbandingan ibarat orang pelari NTT kalah dan jadi juara ketiga dari belakang masih jauh tertinggal dengan provinsi lainnya di Indonesia.
Secara konsep dan gagasan sudah bagus, RPJM sudah baik. Tapi ketika di implementasikan itu menjadi kendala dan tidak berjalan dengan baik.
Dirinya mengambil contoh, budi daya ikan kerapu. Mulut seribu di sekitaran Pulau Semau menjadi surganya ikan kerapu. Sehingga budidaya yang ada di Tablolong juga di bawah kesana tapi kenyataanya tidak ada hasil.
Kemudian kerapu juga di kembangkan di Wekalambu Sumba, saat ini juga di kembangkan di Semau, tapi tidak tahu nanti hasilnya seperti apa.
“Secara konsep memang program ini bagus, tapi ketika jadi pelaksana tidak berjalan. Sementara usulan-usulan yang sudah berjalan yang di arahkan untuk kepentingan masyarakat seperti usulan perikanan ikan tawar di Tablolong jadi terbengkalai , kurang begitu berhasil. Kerapunya semua di bawa ke Semau,” kritik Hugo.
Contoh lain, lanjut Hugo, usulan peternakan, misalnya pemeliharaan kambing otawa di Lili Kabupaten Kupang, berharap akan menghasilkan susu untuk semua masyarakat, ternyata populasinya tinggal sedikit.
Imbasnya kepada masyarakat kurang. Bahkan tanah sudah mau di klaim. Peternakan babi juga tidak berkembang baik di karenakan penyakit. Pengembangan ternak sapi juga saat ini tinggal puluhan ekor saja. Itupun di arahkan untuk inseminasi sapi wagiyo.
“Kemudian menjadi pertanyaan, kenapa demikian, bisa jadi karena aparatur di lapangan bekerja tidak profesional. Sudah ada gagasan, ada ide, ada rencana tetapi yang jalankan tidak profesional,” tandas Politisi senior Partai Golkar ini.
Contoh lain di bidang pendidikan. Dari waktu ke waktu pendidikan dibenahi terutama sekolah negeri sekolahnya pemerintah. Tapikan terbalik, ada sekolah swasta dan sekolah juga itu-itu saja. Itu berarti soal aparaturnya bukan soal di gubernurnya.
Soal Kehutanan, yang menjadi kewenangan Provinsi. Di Sumba Barat Daya, hutannya habis semua. Bahkan di konsep sebagai kehutanan sosial. Hutan yang sudah ada jadi hutan lindung, di babat dengan kebun kemudian dijadikan hutan sosial.
“Nah inikan terbalik, konsepnya tidak nyambung. Jadi perhutanan sosial itu di kembangkan di kawasan hutan yang vegetasinya kurang,” katanya.
Pikiran-pikiran besar itu tidak jalan, karena memang mental masyarakat yang ketergantungan itu semakin menebal.
Karena masyarakat berpikir, nanti ada bantuan ini, itu ada tunai ada non tunai. Secara psikologi melemahkan daya juang masyarakat.
Selama dirinya duduk di DPRD, dirinya sudah cukup melihat untuk NTT ini dana daerah sebenarnya tidak kurang. Mau dapat uang banyak itu ada caranya, selain dana DAU, insentif , bagi hasil dan lainnya, ada namanya Dana Alokasi Khusus.
Dana Alokasi Khusus itu berasal dari sumber alam, ada juga berasal dari program. Alokasi yang berasal dari program, artinya ada prioritas nasional urusannya di daerah. Jadi kalau mau dapat uang, proposal di buat oleh daerah prioritas nasional itu.
“Tapi kalau daerah diam saja, berarti tidak ada uang. Jadi harus yakinkan daerah buat desk khusus, jangan harap BAPEDA,” tandasnya.
Dirinya mengusulkan agar di usia NTT yang 64, NTT harus lebih banyak berbenah agar tidak tertinggal dengan daerah lainnya.(ER)