KUPANG. NUSA FLOBAMORA – General Manager (GM) Kopdit Swasti Sari Kupang, Yohanes Sason Helan, A.Md berpendapat bahwa seseorang jika ingin terjun ke dunia politik sebetulnya tidak sulit.
Kuncinya adalah sepanjang perjalanan hidup melaksanakan investasi sosial kepada warga. Masuk di ranah politik itu tidak hanya datang bicara omong kosong, berkoar-koar untuk tujuan sesaat.
Yohanes Sason Helan menyampaikan hal ini saat diwawancari di ruang kerjanya, Rabu (13/4/2022).
Yohanes dimintai tanggapannya terkait akan dilaksanakan Pemilu serentak pada tahun 2024 mendatang.
Menurutnya, politik itu sebenarnya, apa yang sudah dikerjakan, apa yang sudah mengobati masyarakat. Politik itu bukan sekedar datang basa basi omong kosong dan koar-koar saja di masyarakat.
Karena tanam dan panen itu mudah, tapi proses merawatnya itu yang mahal.
“Saya contohkan, menjadi seorang Gubernur, Bupati, Walikota itu gampang -gampang saja. Itu karena semua sudah disiapkan, tetapi menjadi pertanyaan, benar tidak melaksanakan pelayanan kepada masyarakat dengan jujur, adil, tidak mencuri, tidak korupsi. Ini yang saya bilang merawat itu mahal,” tegas Yohanes.
Dalam refleksinya dalam masa 30an tahun berada di Kopdit Swasti Sari, ia bersama jajaran sudah merubah manusia, dari rumahnya yang berlantai tanah, dibuat sudah menjadi keramik.
Tembok rumah warga yang terbuat dari gewang, atapnya dari daun sekarang sudah dirubah menjadi atap seng. Swasti Sari hadir bersama rakyat yang ada di kampung, warga yang memakai sendal jepit, para petani, nelayan, kaum kecil untuk mengangkat derajatnya lebih baik.
“Semua ini butuh waktu yang tidak singkat. Butuh waktu puluhan tahun untuk bisa merubah mereka, anaknya bisa jadi seorang sarjana, selama ini dengan jalan kaki belasan kilo, minimal sekarang sudah punya sepeda motor itu semua berkat Swasti Sari,” kenang Yohanes.
Menurut Yohanes, inilah contoh investasi sosial yang dilakukan jajaran Kopdit Swasti Sari.
Hal inipun bisa dilakukan oleh seseorang yang ingin terjun ke dunia politik. Dia harus berinvestasi sosial bukan sehari dua hari atau seminggu, sebulan. Tetapi investasi sepanjang saat tanpa mengenal ruang dan waktu.
“Jadi kalau seseorang mau jadi pemimpin itu, tidak repot tinggal saja bekerja yang benar. Anda jalan benar atau tidak, ada korupsi, kolusi, nepotisme kerja untuk suku sendiri, agamamu sendiri, merasa paling benar, maka ini tidak cocok menjadi pemimpin,” tandasnya.
Dirinya menyampaikan bahwa dalam membangun Kopdit Swasti Sari ibaratnya, membangun sebuah rumah tangga. Filosofi ini ia jalankan.
“Andaikan dalam rumah itu piring itu juga jadi bola kaki , piring juga terbang sampai diatas, sendok juga sampai di jalan raya kalau sudah seperti itu keadaannya, siapa yang mau datang bertamu,” katanya mencontohkan.
Hal inipun sama dengan mengelola perusahaan. Tidak boleh saling sikut, tidak boleh buat blok-blok, tidak boleh ada suku tertentu, tidak boleh agama tertentu, tapi jalankan semua itu dengan baik, benar dan berkeadilan sosial.
“Sama juga dengan mengelola pemerintahan. Jadi lingkup Swasti Sari sama dengan mengelola pemerintahan. Karena di Swasti Sari ini juga ada kepala urus Keuangan, ada kepala urus kepegawaian, ada IT, kepala urusan pemasaran dan lainnya, kurang lebih 8 kepala dinas versi Swasti Sari,” tandasnya.
Seorang Yohanis sudah membangun fondasi yang kuat untuk swasti sari, dari yang tidak ada menjadi ada, dari karyawan yang hanya belasan sudah menjadi ratusan orang dengan menggaji keseluruhannya mencapai Rp 2,7 miliar.
“Kalau dibagi 1 jiwa makannya katakan saja 300 sampai 400 ribu, maka Swasti Sari sudah menghidupkan 1 bulan itu kurang lebih 8-9 ribu jiwa,” jelas Yohanes.
Artinya sama juga dengan ASN, pemerintah memberi gaji tiap bulannya 4 setengah juta sampai 5 juta, suami istri dengan anak 3 sampai 4 orang ditambah pembantu 1 dan ada keluarga sekita 6-7 orang hidup dengan 5 juta, itu sama dengan yang ada di Swasti Sari.
Jadi menurut Yohanis, politik itu biarlah berjalan seperti air mengalir, intinya jangan menonjolkan kesombongan, dari penampilan harus selalu sederhana.
Menurut Yohanes, orang tuanya mengajarkan falsafah hidup bahwa pantat panasmu dulu dijemur, disiram air hujan baru terima hasilnya.
Untuk itu, lanjut Yohanes, seorang pemimpin itu tidak boleh rakus. Dia medefinisikannya seperti ini, apa yang kita tanamkan tidak benar, aset yang kita kelola tidak benar, dia akan kembali ke nol.
“Saat ini mungkin anda masih punya uang, tapi besok-besok anak, cucu ,cece bisa menderita karena perbuatan lalu. Karena kekayaan yang datang tanpa melalui keringat. Tanam dan panen itu mudah tapi proses merawatnya itu mahal,” pungkasnya.(ER).