SOPPENG. NUSA FLOBAMORA– Harga gabah di tingkat petani Soppeng, Sulawesi Selatan (Sulsel) masih jauh di bawah harga pembelian pemerintah (HPP) sebesar Rp6.500 per kilogram.
Alasannya, petani lebih memilih menjual hasil panennya kepada tengkulak. Opsi menjual ke tengkulak diambil oleh petani karena Perum Bulog belum turun langsung ke lapangan.
Rasidi Jabir, Ketua Kelompok Tani Musang dari Desa Bulue, Kabupaten Soppeng, mengaku Ia menjual gabah kering panen miliknya kepada tengkulak seharga Rp6.000 per kilogram.
Hingga kini, Bulog tidak menyediakan layanan jemput bola dan sebaliknya petani pun tidak memiliki akses ke Bulog.
“Gabah yang kami hasilkan bersama anggota kelompok tani bisa mencapai 7 ton per hektare di atas lahan seluas 30 hektar. Namun, kami menjual ke tengkulak karena aksesnya lebih cepat. Kami bertransaksi di sawah, langsung setelah panen,” jelas Rasidi, Kamis (16/1).
Erni, seorang penyuluh di Desa Bulue, menambahkan bahwa tengkulak bersedia menjemput gabah langsung ke petani, berbeda dengan Bulog yang mengharuskan petani membawa gabah ke lokasi lain.
“Bahkan sebelumnya, petani harus mengeluarkan biaya tambahan untuk jasa pengangkutan gabah menggunakan ‘taksi’ dengan tarif Rp15.000 hingga Rp25.000 per karung agar bisa menjangkau lokasi penjemputan tengkulak,” ujarnya.
Hal serupa juga terjadi di Kabupaten Luwu. Syamsiah Saleh, seorang penyuluh di Desa Senga Selatan, menyebutkan bahwa hingga kini belum ada intervensi dari Bulog dalam menyerap gabah petani.
“Gabah kering panen di sini dihargai Rp5.800 per kilogram oleh pedagang lokal maupun dari luar daerah. Pada panen terakhir, petani di desa kami menghasilkan sekitar 60 ton gabah dari luas lahan 10 hektar, atau rata-rata 6 ton per hektare,” paparnya.
Namun, Syamsiah juga mengungkapkan bahwa hasil panen menurun karena hanya sebagian petani yang menanam akibat kondisi pengairan yang belum stabil pasca banjir bandang, serta bendungan yang belum diperbaiki.
Sementara itu, di Desa Kampili, Kabupaten Gowa, harga gabah kering panen hanya Rp6.000 per kilogram. Margiyati, penyuluh di desa tersebut mengungkapkan bahwa tidak semua petani terinformasikan bahwa pemerintah telah menaikkan HPP dari Rp6.000 menjadi Rp6.500.
“Bulog tidak pernah duduk bersama petani saat panen tiba. Sehingga petani menjual hasil panen ke pedagang yang datang dari dalam maupun luar desa. Diharapkan dengan adanya HPP baru, peran Bulog dapat lebih optimal,” ungkapnya.
Pada 15 Januari 2025 kemarin, pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) telah secara resmi menetapkan HPP baru. Kebijakan ini diatur dalam Keputusan Bapanas Nomor 2 Tahun 2025, yang menetapkan kenaikan harga gabah dari sebelumnya Rp6.000 per kilogram menjadi Rp6.500 per kilogram.
Kenaikan bertujuan untuk memberikan pendapatan yang lebih layak bagi petani sekaligus menjaga stabilitas pasokan beras nasional.
Presiden Prabowo Subianto telah memutuskan untuk menaikkan HPP gabah pada rapat terbatas (ratas) bersama sejumlah menteri Kabinet Merah Putih di Istana Merdeka, Jakarta, pada 30 Desember 2024 lalu.
Saat itu, Menteri Koordinator Pangan Zulkifli Hasan menyebutkan Presiden Prabowo Subianto memutuskan bahwa pemerintah akan menampung seluruh produksi gabah dan jagung dari petani dengan harga yang telah ditetapkan.
“Hari ini kita mengambil keputusan bersejarah. Berapapun produksi gabah dan jagung petani akan ditampung sesuai dengan harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah,” ungkap Zulkifli. (*/Rilis Berita BBPP Kupang/ER)